Bagi para relawan Palang Merah Indonesia (PMI), nama dr RCL Senduk pasti sudah sangat dikenal. Sebab dia bersama dr Bahder Djohan yang merancang kelahiran organisasi kemanusiaan itu. PMI sendiri lahir pada 17 September 1945.
Sayangnya, dokter nasionalis ini tidak begitu dikenal di kalangan umum. Apalagi, berbeda dengan yang lain, RCL Senduk tidak ikut melibatkan diri dalam dunia politik.
Sebenarnya, pemilik nama lengkap Rumondor Cornelis Lefran Senduk ini turut memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan.
Dokter Rumondor diketahui lahir di Desa Tataaran, Minahasa, yang berada dekat dengan Kampus Universitas Negeri Manado (Unima), sebagaimana diungkapkan anaknya, Paul GRW Senduk.
Dokter Rumondor adalah anak seorang guru dan lahir tahun 1904. Pada masa kecil, dia akrab disapa Ondo oleh keluarganya.
Setelah mendapatkan pendidikan mumpuni dari sekolah terbaik dan keluarga, Pemerintah Hindia Belanda memberikan kesempatan kepadanya untuk melanjutkan studi di sekolah pendidikan dokter Hindia-STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) di Batavia.
Sembari belajar kedokteran, dia bergaul dan membangun komunikasi dengan pelajar dari berbagai daerah dalam pergerakan nasional, sehingga menjadi salah satu tokoh utama terselenggaranya Sumpah Pemuda, tahun 1928.
Karena keaktifannya itulah saat itu dia diperkenankan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja di rumah-rumah sakit, milik pemerintah. Sehingga dia memilih membuka praktik dokter gigi di Sukabumi, sebelum akhirnya dibolehkan bekerja sebagai ahli bedah di rumah sakit CBZ, pada tahun 1937.
Pada tahun 1942, dia kembali ke tanah kelahirannya, dengan status sebagai dokter tentara Jepang sekaligus menjadi kepala rumah sakit Marienheuvel, yang sekarang bernama rumah sakit Gunung Maria, di Tomohon, Sulut.
Pada tahun 1944, dokter Rumondor kembali dipindahkan ke Tondano sebagai rumah sakit Tondano yang sekarang RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano. Di situ, dia juga bertanggungjawab atas kesehatan para interniran militer dan sipil asal Belanda di kamp-kamp tawanan di sekitar Manado.
Setelah kekalahan Jepang di Perang Dunia II, dia ditangkap Belanda dan dibawa ke Papua atas tuduhan terlibat peristiwa heroik Merah Putih 14 Februari 1946 di Minahasa. Lalu dibebaskan atas kesaksian yang meringankan dari bekas tawanan yang diinternir Jepang di Manado.
Setelah itu, dia tidak diperkenankan kembali ke Minahasa. Sehingga pindah ke Kalimantan Timur, lalu Makassar, Jakarta, dan Palembang di tahun 1958, sebelum akhirnya menutup usia di Malaysia pada bulan Desember 1961. Dokter RCL Senduk pun dimakamkan di Telok Anson (Malaysia).
(***)