Umar bin Abdul Aziz dan Cara Menyiapkan Generasi Ala Umar bin Khattab

437

Dua Umar bagi umat Islam bukanlah nama yang asing. Pada awal kenabian Umar bin Khattab adalah orang yang sangat menentang kerasulan Nabi Muhammad SAW. Namun siapa sangka, Allah menghadirkan hidayah di hati Umar sehingga hatinya luluh dan memeluk Islam. Bahkan menjelma menjadi yang terdepan dalam membela dan mensyiarkan agama Islam.

Pun dengan Umar bin Abdul Aziz, sang khalifah yang melegenda dan terkenal dengan keadilannya. Pada masanya, tidak ada mustahik yang mau menerima zakat karena semua rakyatnya makmur dan tercukupi segala kebutuhannya.

Umar bin Abdul Aziz dan Umar bin Khattab ternyata memiliki pertalian nasab. Umar bin Khattab adalah kakek buyut Umar bin Abdul Aziz dari pihak ibunya, yakni Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab.

Ayah Umar bin Abdul Azis ialah putra dari Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam, salah satu gubernur terbaik pada masa Bani Umayyah dan dikenal Sholeh, pemberani, dan sangat dermawan. Dia menjabat Gubernur Mesir lebih dari 20 tahun.

Di antara bukti keshalihan dan kebersihan hatinya yang sempurna adalah cara Abdul Aziz dalam mengumpulkan harta ketika hendak melamar calon istrinya. Dia memanggil orang kepercayaannya dan berkata, “Kumpulkan 400 Dinar dari hartaku yang halal, aku ingin menikah dengan seorang wanita dari keluarga yang shalih”.

Ibu Abdul Aziz adalah Ummu Ashim atau Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab, cucu Umar bin Khattab dari anaknya Ashim bin Umar bin Khattab, seorang ahli fikih yang mulia dan lahir pada zaman kenabian. Laila adalah anak dari pernikahan Ashim dengan Jamilah binti Tsabit bin al-Aqlah al-Anshariyah.

Kisah pernikahan Ashim dan Jamilah sangat unik dan menarik. Diriwayatkan Abdullah bin Zubair bin Aslam dari bapaknya, dari kakeknya Aslam, “Pada suatu malam aku sedang menemani Umar bin Khattab berpatroli di Madinah. Ketika beliau merasa lelah, beliau bersandar di dinding sebuah rumah, dan waktu menunjukkan tengah malam. Beliau mendengar seorang wanita berkata kepada putrinya, “Wahai putriku, campurlah susu itu dengan air”. Putrinya menjawab, “Wahai ibunda apakah engkau tidak mendengar maklumat Amirul Mukminin hari ini?” Lalu sang ibu bertanya, “Wahai putriku, apa maklumatnya? Putrinya berkata, “Dia memerintahkan petugas untuk mengumumkan, hendaknya susu tidak dicampur dengan air”. Ibunya berkata “Lakukan saja, campurlah susu itu dengan air, kita sedang tidak dilihat oleh Umar dan petugasnya”. Lalu gadis itu menjawab, “Ibu, tidak layak bagiku menaati Amirul Mukminin di depan khalayak umum, namun aku menyelisihinya di belakang. Setelah mendengar semua percakapan tersebut lalu Umar berkata kepada Aslam, “Tandai pintu rumah ini dan ingatlah tempat ini”. Lalu Umar bergegas melanjutkan patrolinya.

Di pagi harinya, Umar berkata kepada Aslam, “Pergilah ke rumah tadi malam, cari tahu siapa wanita yang berkata demikian itu, dan kepada siapa dia berkata? Apakah keduanya mempunyai suami?”. Lalu Aslam bergegas menuju rumah itu dan ternyata wanita itu belum bersuami dan ibunya adalah seorang janda. Dan ternyata lawan bicara wanita itu semalam adalah ibunya.

Lalu Aslam pulang ke rumah Umar dan mengabarkan hal tersebut, kemudian Umar memanggil putra-putranya dan berkata, “Adakah di antara kalian yang ingin menikah?”. Ashim menjawab, “Ayah aku belum beristri, nikahkanlah aku”. Maka Umar maminang gadis itu dan menikahkannya dengan Ashim.

Dari pernikahan keduanya lahirlah Laila binti Ashim bin Umar bin Khattab yang kelak menjadi ibunya Umar bin Abdul Aziz, yang memiliki sembilan saudara.

Umar bin Abdul Aziz lahir di Madinah pada tahun 61 H, pada masa Yazid bin Muawiyah, menurut Adz-Dzahabi. Ini adalah pendapat yang rajih, menurut mayoritas ulama.

Umar bin Abdul Aziz dijuluki al-Asyaj (yang terluka di wajahnya) atau Asyaj Bani Umayyah. Dikisahkan di waktu Umar kecil, ia masuk ke kandang kuda milik ayahnya untuk melihat-lihat kuda, tiba-tiba seekor kuda menyepak wajahnya hingga terluka. Lalu ayahnya menghampirinya dan mengusap luka di wajahnya seraya berkata, “Jika kamu adalah Asyaj Bani Umayyah, maka kamu adalah orang yang paling bahagia”.

Suatu ketika, saudaranya, Al-Ashbagh melihat bekas luka di wajahnya dan ia bertakbir “Allahu Akbar” seraya berkata, “Ini dia Asyaj Bani Marwan yang akan menjadi pemimpin” atau dalam riwayat lain, “Inilah Asyaj Bani Marwan yang akan berkuasa”.

Jauh sebelum Umar bin Abdul Aziz lahir, sang kakek buyut Umar bin Khattab telah bermimpi bahwa salah satu dari keturunannya kelak akan menjadi pemimpin.

Sebagaimana diriwayatkan bahwa pada suatu malam Umar bin Khattab bermimpi, dia berkata, ” Aduhai seandainya mimpiku adalah termasuk tanda salah seorang dari keturunanku yang akan memenuhinya dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman”.

Dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa Umar bin Khattab pernah berkata, ” Di antara anak keturunanku terdapat seorang laki-laki dengan tanda di wajahnya, dia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan”.

Mimpi Umar bin Khattab terulang beberapa kali sehingga mimpi tersebut masyhur di kalangan masyarakat kala itu.

Diriwayatkan Abdulah bin Umar “Pada awalnya keluarga al-Khattab mengira bahwa Bilal bin Abdullah adalah laki-laki yang dimaksudkan oleh Umar. Sebab juga memiliki tanda di wajahnya, hingga Allah kemudian menghadirkan Umar bin Abdul Aziz”.

Buktinya rajih menurut para ulama. Ketika ayah Umar bin Abdul Aziz ketika mengusap darah yang keluar dari luka di wajahnya dan kata saudaranya ketika melihat tanda luka di wajah Umar bin Abdul Aziz.

Dari kisah Umar bin Abdul Azis kita belajar bahwa mempersiapkan generasi bukanlah hal instan dan harus disiapkan secara matang dan jauh sebelum dilahirkan.

Makanya tak heran, jika Imam Al Ghazali bertutur, “Didiklah anakmu 25 tahun sebelum ia dilahirkan”. Didiklah diri kita untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik sebelum anak itu dilahirkan.

Minimal dengan cara menyiapkan harta yang halal untuk meminang dan menafkahi keluarga. Dan kemudian memilihkan calon ibu dari nasab yang baik, dalam arti ia mampu memegang teguh ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga kelak menjadi teladan bagi para anak cucunya.

(***)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here